Assalwa Community

Premium WordPress Themes

Search

Senin, 22 September 2014

Senja yang Indah, Melukis wajah Ummi..



Oleh: Maryam Afifah

Sejumput asa menggumpal didada, ada relung hati yang dirindu,  saat pagi menyapa sang mentari, saat burung-burung bernyanyi melantunkan nada yang indah, saat dunia bahagia karena cerahnya sang surya.
Trap..trap..trap..Disya menuruni tangga lantai dua, tempatnya menginap.sudah seminggu Dia meninggalkan Jakarta, kota kelahirannya.  Menembus awan, mencari jati diri.
Namanya Disya, gadis berjilbab yang duduk dikelas 1 SMA, sedang menjalankan tugasnya sebagai seorang seniman muda berbakat.  Ini hari terakhir untuknya,  karena pameran yang diluncurkannya bersama dengan krunya didaerah pegunungan, telah berjalan dengan sukses.  Banyak lukisan, puisi pun novel-novelnya yang laris terjual. Masyarakat   setempatpun menyambutnya dengan baik.
Matahari mulai memainkan perannya, Disya sudah siap dengan koper, tas Ransel, dan mobilnya didepan gerbang sudah siap untuk dikendarai.  Tidak perlu berpikir panjang untuk meninggalkan tempat itu, ia pun melaju kencang mengejar sang angin.  Rasa tak sabar dihatinya untuk bertemu dengan sang Ummi yang menunggu..
Pemandangan sepanjang jalan membuatnya terlamun, teringat sang Ummi yang sedang kritis dirumah sakit.  Umminya memang sudah lima bualn dirawat dirumah sakit.  Gagal Ginjal yang sudah menyerang sang Ummi hingga fatal akhirnya dan ginjal itupun harus diangkat.  Sebenarnya Disya agak ragu untuk meluncurkan pameran dan pergi meninggalkan Umminya sendiri.  Tapi, sang Ummi tak mau menghalangi kesempatan anaknya untuk meraih impiannya.  Pun biaya yang dibutuhkan sangat banyak untuk berobat, apalagi sang Ummi harus sering-sering cuci darah.  Disya pun berangkat demi mendapatkan uang untukberobat sang Ummi.
Perjalanan masih panjang, memeng butuh waktu lama untuk kembali ke Ibu kota .  perjalanan itu melelahkan Disya.mobil yang melaju kencang, pohon-pohon yang bergerak semu, awan yang berjalan,  setia menemaninya melewati perjalanan panjang ini.
Kring..kring..kring..terdengar deringan Hp dari tas ransel milik Disya.ketika diangkat.  Terdengar sapaan salam kepadanya
“Assalamualiakum..,”
“waalikum salam..,”jawabnya pelan
“ dengan saudari Disya..?,”
“ya, ada apa?,”
“saya dari pihak RS Cipto Mangun Kusumo ingin memberitahu saudari bahwa Ibu anda sudah harus segera cuci darah.  Akan fatal akibatnya kalau hal ini terlambat dilakukan,”
“ehm..baik,  saya sedang dalam perjalanan ke Jakarta.  Insya Allah hari ini semua pembayaran akan saya lunasi.,”jawabnya tegar.
Perasaan Disya sangat gelisah, pandangannya memburamoleh sebutir air mata dipelupuk mata sayunya.  Dan perlahan jatuh menjadi percikan harapan agar waktu cepat berlalu.
 


Sesampainya disana, dilihatnya Umminya masih dalm keadaan tidak sadar.  Disya hanya mampu menatap Umminya.  Tanpa sapa, tanpa kata kalau dia telah sukses dalam pameran perdananya.  Tiba-tiba dia menangis, menatap wajah pucat sang Ummi yang terbaring lemah tak berdaya.  Dengan sayang diusapnya kening Umminya
“Ummi, Disya datang, maafkan Disya karena Disya lama kembali.  Seperti yang Ummi mau Disya sudah mendapatkan apa yang Disya mau.  Ummi buka mata Ummi (menangis) Disya punya sebuah lukisan khusus untuk Ummi,”
Disya meneteskan air mata rindunya.  Ia hanya bisa berharap dan berharap.
“Ummi..,”
Disya tak tahu apa yang terjadi, namun saat dia mengusap kening Umminya  semua terasa dingin.  Dengan segera dia memanggil Dokter.
Ya Allah, aku tak pernah meminta angin tuk menghempas gelisah ini.  Kubiarkan dia berlalu..tapi mengapa?? Tiba-tiba menyesakkan dadaku, ku tak bisa menahannya.  Perasaanku terluka, desah Disya dalam hati.
Beberapa jam Disya menunggu, wajahnya memucat.  Tak lama tubuh mungilnya trgeletak.  Jatuh.
 


Kepalanya masih pusing.  Matanya terasa berat.  Tapi dia ingin mencari dokter yang menangani Umminya.  Dan ketika dia memasuki ruangan tempat dimana sang Ummi dirawat
“Ummi..ya Allah..,”didapatnya raga Umminya yang telah terbungkus kafan putih.  Umminya telah berpulang kehadirat-Nya.  Disya terisak, dia belum percaya secepat ini dia harus kehilangan sang Ummi untuk selamanya.
 


Senja indah menjadi saksi perginya Ummi tersayang.  Menjadi sejarah akan akhir hidupnya..
Disyapun pulang.  Isaknya belum berhenti.  Sebentar kemudian dia menengadah kelangit.  Senja yang indah melukis wajah Ummi.  Diapun tersadar,  Umminya yang telah tiada namun kan selalu menemaninya.  Ketika senja yang indah. Bagaiakan bunyinya detak jarum, jam suara itupun sangat terasa.  Disya, dan apa yang ia impikan kini telah ia capai.  Mimpinya menjadi seorang seniman terkenal.  Karyanya yang dikagumi orang-orang.  Namun apa artinya, jika lukisan dengan raut wajah sang Ummi, yang semula hendak dia berikan untuk Ummi.  Takkan pernah bisa lagi untuk dia berikan.  Namun kini wajah Ummi telah terlukis oleh senja yang indah.

 The End--