Assalwa Community

Premium WordPress Themes

Search

Senin, 22 September 2014

Kalung kebohongan


Oleh: Elisofana wati
Senja ini sudah beberapa kali ku jumpai.  Pesona mega merah dan angin yang berhembus seakan-akan meneduhkan lamunanku yang penuh kedamaian.  Sinar matahari yang memudar menandakan bahwa hari akan mulai gelap, dan suara adzan pun mulai dikumandangkan.
Kring..kring..suara Hp membuyarkan lamunanku.
“halo,halo,halo,” suara yang tidak asing kudengar. Yaitu suara seorang wanita yang bertahun-tahun telah menjagaku.
“Rima, dimana kamu nak ? hari sudah mulai gelap, udara sore tak baik untukmu,” suara bibi Fina diseberang sana.
“iya Bi, aku pulang,” jawabku singkat
Dan memang seharusnya aku pulang, tapi aku ingin membeli sesuatu untuk beliau.  Tapi apa ? aku bingung. Namun aku harus mengurungkan niatku karena hari sudah semakin senja.  Pasti banyak toko yang sudah tutup.  Aku harus bergegas sampai dirumah.
Creek!! “Assalamualaikum bibi Fina,”
“Masya Allah nak, dari mana saja kamu? Udara dingin begini.  Nanti kamu sakit.  Bibi tahu kamu pasti main ditaman itu lagi.  Iya kan?,” Tanya bibi Fina cemas.
“Iya sih Bi.  Soalnya hanya tempat itu yang bisa bikin hati Rima senang,” jawabku
“Ya sudah, sekarang ganti bajumu dan Sholatlah.  Sebentar lagi Ayahmu akan pulang.  Kamu harus menyambut Ayahmu dengan manis,”
Aku beranjak dari hadapan Bibi, namun saat aku hendak mengambil mukenaku, tiba-tiba ada sesuatu yang terjatuh dari dalam lemariku.ku temukan ada benda kotak kecil yang tergeletak di lantai.  Aku benar-benar kaget dan saat membuka kotak kecil itu
“hah..Astagfirullah..!! inikan kalung Ibu”
Tanpa sadar pipi ini telah basah oleh air mata.  Kalung ini membuka kembali memori lamaku. Dimana lembaran kebahagiaan selalu menyelimutiku dan kasih sayang Ibu yang dulu aku rasakan dan takkan kumiliki lagi.
“Dimana Ibuku sebenarnya??  Ya Allah apa yang harus kulakukan untuk bertemu dengan Ibu..??”
“aku harus tanyakan ini..!!”
Beberapa saat kemudian Bibi Fina memanggilku.
“Rima, ayo makan malam nak..Ayahmu sudah menunggu dimeja makan!!,”
“iya Bi, aku segera turun!!,”jawabku segera
Kuayunkan langkahku untuk  turun keruang makan.disana telah duduk seorang laki-laki yang sangat menyayangiku.  Senyuman Ayah yang khas membuatku senang melihatnya.
“sini nak, duduk disamping Ayah,”
 Setelah selesai makan kucoba tuk mengutarakan apa yang selama ini menggangu Pikiranku
“Ayah bolehkah kutanyakan sesuatu??,”
“tentu saja nak, katakanlah,”
“Ayah  tadi aku tidak sengaja menemukan kotak kecil dan isinya adalah kalung yang selama ini Ayah katakan sebagai pernyebab kepergian Ibu.  Tapi sekarang kalung ini telah kudapatkan Ayah, lantas dimana Ibu berada??,”
“Rima sudah berapa  kali Ayah katakan, lupakan pertanyaan itu!!,”
“Ayah, bagaimana mungkin aku lupakan. Sudah bertahun-tahun kurindukan wanita yang telah melahirkanku itu. Ayah dimana Ibu? Kenapa Ayah membohongiku, Ayah katakan bahwa selama ini Ibu pergi untuk mencari kalung wasiat keluarga ini, Ayah aku bukan anak kecil lagi yang bisa Ayah bohongi.  Ayah, katakan dimana Ibu??,”
“Rima,Ayah bilang cukup!!,”
Tiba-tiba Bibi Fina datang karena teriakan Ayah yang keras.
“Astagfirullah, kenapa kalian?,”
“Bi..mana Ibuku Bi?? Mana Ibuku??,”aku menangis dipelukan Bibi Fina
“Rima maafkan Bibi, selam ini Bibi juga telah menyembunyikan hal ini darmu.  Sekarang akan Bibi katakan yang sebenarnya,”
“Fina, apa-apaan kau!!,jangan katakan apapun!!”
“tidak!! Seharusnya Kau sebagai Ayah menyesal karena  selalu membohongi anakmu,”kata Bibi Fina
“Rima sebenarnya kepergian Ibumu bukan untuk mencari kalung itu.  Tapi karena Ibumu sudah meninggal,”bibi mulai menjelaskan
“Apa!! Jadi selama ini Ibu sudah tiada..!!,”aku mulai syok mendengarnya.
“Rima kamu masih ingat kejadian kecelakaan yang menimpamu  dan ibumu dulu.  Kamu ingatkan kamu masuk rumah sakit,”
“iya Bi, aku ingat,”
“ketika itu, kamu dan Ibumu terluka parah.  Ibumu mengalami kebutaan karena kedua bola matanya terkena pecahan kaca. Sedangkan nyawamu hamper saja tidak tertolong.  Benturan yang terjadi pada dadamu membuat bagian organ tubuhmupun mengalami cacat pada saat itu.  Kondisismu sangat kritis.  Namun setelah Ibumu siuman, meski dalam keadaan buta, saat itulah beliau berpesan untuk mendonorkan semua organ yang dia miliki kepadamu. Ibumu pun berpesan untuk tidak menceritakan kejadain ini, Dan dengan menjadikan kalung itu sbagai kambing hitam atas kepergian Ibumu, itupun Ibumu  yang minta.  Maafkan Bibi, nak!!selama ini Bibi berbohong.  Tapi Bibi hanya menyampaikan amanat Ibumu,” cerita Bibi panjang.
Semua cerita yang keluar dari mulut Bibi benar-benar menyayat hatiku.  Seorang yang sangat ku rindukan kehadirannya, ternyata sudah tidak mungkin kulihat.  Dan hanya sebuah kalung yang indah yang ia tinggalkan, namun keindahaanyalah yang menyayat hatiku.  Karena kalung ini hanya sebuah kalung kebohongan yang membuatku menderita. 

- The End-